Sabtu, 02 Februari 2008

7 hari 6 malam di kota makassar


Jika mendengar nama propinsi sulawesi selatan, kita akan teringat akan adegan adegan kekerasan di televisi yang terjadi di propinsi ini. Demo yang vandalis, mahasiswa yang berantem, serta pilkada yang tak kunjung usai. Yah memang terkadang televisi seringkali tidak adil dalam menyampaikan berita. But anyway, sepekan di kota tersebut, bisa memberikan gambaran kepada saya betapa beratnya dan panasnya tinggal di kota makassar.

Kita akan berbicara tentang dakwah kampus dengan tentunya objek utama Lembaga dakwah kampus ( LDK ). Makassar dengan 120an kampus di dalamnya serta di dominasi oleh kampus kesehatan saat ini baru memiliki sekitar 50an kampus yang sudah memiliki LDK dan 20an lagi sudah ada orang yang menginisiasi dan akan membuat LDK. Dari sekian kampus yang ada bisa dikatakan baru dua yang sudah baik ( dalam levelisasi FSLDK level madya ), yakni UIN sultan alaudin dan UNHAS. Tidak ada LDK level mandiri di daerah ini. Sungguh sangat disayangkan padahal makassar adalah pusat indonesia timur. Pergerakan dakwah di makassar di dominasi oleh KAMMI, sehingga terjadi tarik-tarikan kader disana, dan timbul paradigma bahwa LDK adalah lembaga kelas 2 dibawah KAMMI. Seringkali kader LDK berasal dari KAMMI. Banyak sekali LDK disini yang belum legal, sebutlah salah satunya FKMKI UNHAS, LDK ini belum legal karena di kampus ini sudah ada LDK lain, yang di pimpin oleh mitra dakwah kita. Mereka menyebutnya “wahdah” sebuah geraka dakwah yang berkembang kuat di sulawesi. Karena sudah adanya LDK ini, pihak birokrasi sepertinya sulit untuk melegalkan 2 LDK dalam satu kampus. Saya pun berpikir demikian, tidak ada gunanya membuat dua LDK dalam sebuah kampus, hal ini justru akan menimbulkan perpecahan di kampus tersebut.

LDK yang lain di kampus lainnya juga kurang lebih mengalami permasalahan yang sama, sangat berat, gesekan dengan gerakan lain, birokrasi yang tidak koorperatif, kader yang sedikit, akses internet yang terbatas. Terkadang dalam hati saya berkata”mungkin kalau saya menjadi ketua LDK di makassar saya tidak akan kuat bertahan diatas 1 pekan”. Tapi , disini saya menemukan sosok sosok yang terus berjuang dalam keterbatasan potensi, hal ini yang selalu saya acungkan jempol dari ikhwah di luar jawa, ada keikhlasan dan raut muka berjuang keras demi tegaknya Islam , bukan untuk kekuasaan dunia belaka. LDK disini memang masih juga terbatas dari akses teknologi dan permasalahan yang dihadapi sangat ribet ( atau ini hanya paradigma saja ). Dilihat dari pertanyaan yang ada saat diskusi.

“bagaimana menghadapi pemimpin yang munafik?”

“bagaimana membuat proposal dengan corel draw ?”

“LDK kami masih muda, apa yang harus kami lakukan terlebih dahulu?”

“mentor kami kurang, lalu harus bagaimana?”

Dan sebagainya. But anyway, sebagai kota yang dijuluki serambi madinah, karena banyak masjid dan banyaknya umat muslim di kota ini, keyakinan makassar bisa menjadi pusat dakwah mahasiswa di indonesia timur sangat mungkin menjadi keniscayaan. Melihat semangat peserta yang mau datang 1 hari 1 malam perjalanan untuk mengikuti pelatihan, meihat kekuatan dari LDK yang ada, dan terus berkembang dan melebarkan sayapnya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Klo gtu gamais, harus bnyk2 bersyukur ya..