Rabu, 20 Februari 2008

Lembaga dakwah kampus ( LDK ) harus kaya

Protokol # 09

Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ) harus kaya

Teringat sebuah buku tulisan Ustadz Abdullah Gymnastiar yang berjudul “saya tidak ingin kaya , tapi saya harus kaya”. Sebuah buku yang banyak menggugah diri untuk bisa berpenghasilan lebih, dan membuat pola pikir LDK GAMAIS menjadi produktif dalam menghasilkan uang. Buku ini yang saya pahami adalah bagaimana seorang muslim harus punya kemandirian atau bahkan keberlimpahan finansial, dengan harapan bisa mencukupi dirinya dan membantu umat lainnya. Seorang muslim yang kuat secara finansial tidak akan menyusahkan orang lain, dan dengan kekuatan finansial pula diri ini dan Islam akan indepeden dan bebas dari intervensi. Dengan menjadi kaya pula, kekuatan Dakwah akan berkembang dan bisa memberikan pengaruh lebih. Teringat bagaimana dalam sebuah perperangan di zaman Rasul, dimana perang tersebut hanya di biayai oleh 2 orang sahabat. Perperangan yang pastinya sangat mahal, disini menindikasikan bahwa Rasul dan sahabat-sahabat saat itu adalah orang yang memiliki kekayaan yang besar dan bisa digunakan untuk dakwah. Maka, tidak heran jika pada masa sayyidina umar sebagai khalifah, terjadi ekspansi besar-besaran untuk menyebarkan Islam.

Teringat buku “financial revolution” yang ditulis oleh motivator handal Tung Desem Waringin. Dalam pelatihan yang beliau laksanakan, dan kebetulan saya mengikutinya, beliau mengatakan kaya itu adalah bakat. Dalam benak saat itu, saya langsung bertanya dalam diri “apakah saya punya bakat kaya?”. Lebih lanjut Mr. Tung ( sapaan beliau di luar negeri ). Mengatakan bahwa bakat seorang yang kaya akan tampak pada kerja keras, etos kerja yang kuat, disiplin serta pola hidup hemat yang dijalankan. Banyak buku saat ini bercerita tentang orang sukses, beberapa mengisahkan bagaimana seseorang yang dulu hanya penjaga toilet , akan tetapi saat ini menjadi orang terkaya dunia, dan kisah-kisah lainnya.

Memang kaya adalah bakat, dalam sebuah LDK pun, bakat kaya ini harus di tanamkan. Dimulai dengan hal yang sederhana tentunya, seperti membuat kader bisa memproduktifkan semua bidang atau departemen di LDK untuk menghasilkan uang. Agenda kaderisasi harus surplus, agenda syiar harus jadi lumbung penghasil dana, atau membiasakan kader selalu berorientasi profit pada setiap agenda dakwah. Begitu pula departemen ekonomi atau keuangan yang ada, harus bisa berpikir bagaimana membangun aset yang bisa menjadi mesin uang LDK, membangun jiwa entrepeurner di semua kader, atau dengan optimalisasi dana dalam setiap kegiatan, kader jangan berpikir boros terhadap uang-harus hemat-, dengan dana yang cukup bisa menghasilkan agenda dakwah yang semarak.

Life style kader LDK bisa mengikuti life style para sahabat, seperti yang kita ketahui sayyidina umar memiliki perkebunan yang luas, atau Nabi Muhammad yang juga aktif berdagang. Akan tetapi, kenapa dalam sirah nabawiyah selalu dikisahkan akan sederhananya para sahabat. Atau dalam sebah kisah Rasul berkata “aku tidak bisa tenang tidur hingga semua harta ku hari ini telah aku berikan kepada umat”. Disinilah jiwa yang perlu dikembangkan bagi para kader dakwah, seoserang yang kaya dengan life style sederhana. Rasul berkata seperti itu karena Rasul sudah punya aset yang bisa menjadi mesin uang yang dimana besok akan menghasilkan kembali uang untuk dirinya, dan digunakan kembali untuk berdakwah. Ketika kita meyakini bahwa semua nikmat ini dari Allah, maka kenapa kita harus takut menginfakannnya di jalan Allah.

Dalam perkembangan pergerakan dakwah kampus, kekuatan finansial memegang peranan penting terhadap sukses atau gagalnya sebuah agenda dakwah. Sebuah agenda dakwah bisa berjalan dengan baik karena adanya faktor dana, dan tidak sedikit pula, agenda dakwah gagal karena keterbatasan dana. Maka, dengan ini kita bisa sepakat bahwa LDK butuh dana, dan konsekuensinya adalah LDK harus kaya. Karena dengan uang ini pula gerak dakwah kita bisa semakin masif.

Sebuah pertanyaan muncul. Bagaimana LDK mencari dana ?

Pengamatan saya keliling Indonesia, menilai bahwa LDK saat ini masih mengandalkan sponsorship ke perusahaan untuk penggalangan dana. Jujur, saya kurang sepakat dengan pencarian dana dengan sponsorship, selain membunuh jiwa entrepeurner kader, dan membuat LDK jadi bergantungan, saya berani berkata bahwa sponsorship ini seperti “pengemis elit”. Secara fakta kita sama saja dengan meminta-minta, walau dikemas sedemikian hingga tampak elegan dan profesional. Membiasakan kader meminta ke perusahaan , sama saja menanamkan jiwa event organizer ke kader, dan ini adalah pembunuhan karakter seorang muslim. Islam mendidik umatnya untuk menjadi pengusaha, menjadi pedagang. Bukan , peminta-minta atau pengemis , seharusnya LDK yang membagi dan memberi uang ke pihak lain karena kekuatan finansial yang dimiliki.

Lalu harus bagaimana ?

Mulai lah dengan membuat sistem mesin uang yang produktif. Lalu mulai dengan membangun aset yang bisa menghasilkan uang di masa yang akan datang. Sulit memang, tapi karena sulit itulah kita disebut aktifis dakwah kampus. Membangun paradigma business man dimulai dari sebuah kalimat “uang ada dimana-mana”. Memang, uang itu ada dimana-mana, dan segala sesuatu yang kita lihat dan berada di sekililing kita saat ini bisa menjadi penghasil uang. Manusia hidup dengan berbagai masalah, dan mulailah mencari uang untuk LDK dari masalah yang biasa dihadapi oleh mahasiswa di kampus anda.

Mahasiswa seringkali telat bangun, sehingga tidak sempat sarapan sebelum berangkat ke kampus, LDK bisa berjualan kue atau donut atau mungkin sarapan ringan yang bisa dikonsumsi oleh mahasiswa di kelas. Jika jaringan “kue” ini berjalan, ini akan menghasilkan dana yang cukup banyak. Sebutlah, di sebuah kampus terdapat 30 kelas , jika satu kelas saja bisa untuk 5.000 rupiah maka sehari –dengan satu kali jualan- bisa menghasilkan 150.000 rupiah, jika dirutinkan bisa mencapai 3.000.000 rupiah dengan asumsi 5 hari sepekan untuk kuliah. Dan jangan lupa beri presentase keuntungan untuk para penjual-yang juga kader-, supaya bisa menjadi pemasukan juga buat mereka.

Mahasiswa seringkali malas untuk membeli pulsa di tempat yang jauh, mahasiswa ingin bisa mengisi pulsa di manapun dia berada, hanya dengan cukup berkata saja atau sms. LDK bisa bermain di ranah ini, kita mempunyai agen pulsa di setiap kelas. Keuntungan satu kali transaksi pembelian pulsa dengan nominal berapapun biasanya 2000 rupiah. Sebutlah kita 30 agen kelas, dan satu kelas terdiri dari 80 orang dan setengahnya ( 40 orang ) adalah pelanggan kita. Maka LDK akan punya 1200 pelanggan. Dengan asumsi setiap pelanggan melakukan transaksi satu kali satu bulan, maka setiap bulan LDK akan menghasilkan dana 2.400.000 rupiah. Besar bukan ? untuk LDK besar, sebutlah GAMAIS ITB yang punya 600-700 kader aktif, bisa di beri arahan kepada semu kader untuk beli pulsa di counter LDK.

Mahasiswa pun banyak pergi ke tukang fotokopi untuk mem-fotokopi buku kuliah. LDK bisa bermain pula dalam hal pelayanan ini. Kerjasama dengan fotokopi tertentu agar bersedia memberikan harga murah, dan kita menjual nya ke mahasiswa dengan keuntungan sedikit, sebutlah harga asli dari fotokopi adalah 55 rupiah per halaman, kita bisa menjual ke mahasiswa 70 rupiah per halaman. 70 rupiah yang juga cukup murah sebetulnya untuk mahasiswa. Seorang kader bisa aktif dalam melayani mahasiswa lain di kelasnya sebagai ahli fotokopi, baik fotokopi buku, bahan kuliah, dan lainnya.

Mahasiswa biasanya malas membaca buku yang tebal-tebal, mahasiswa lebih senang membaca buku atau catatan yang tipis dan to the point atau bahkan dengan hanya membaca soal dan pembahasan soal tahun sebelumnya. LDK di dukung dengan Lembaga dakwah program studi (jurusan), bisa membuat bundel soal ujian, yang berisikan soal serta pembahasan UTS dan UAS semua mata kuliah tahun-tahun sebelumnya, dan dikemas dengan baik, akan menghasilkan dana yang besar. GAMAIS ITB rutin membuat bundel soal untuk tingkat 1 di ITB ( mata kuliah tingkat 1 di ITB sama semua ), dan saat ini bundel soal menjadi salah satu andalan kami dalam menghasilkan uang.

Untuk tahap yang lebih advance, LDK bisa bermain dalam pembangunan aset, contoh jasa pelayanan LCD (infokus), memiliki mesin pencetak pin, mesin percetakan koneksi atau jasa percetakan publikasi, kedai atau warung ( di Universitas Hasanudin contohnya ), penerbit buku, atau aset-aset lainnya yang bisa jadi mesin penghasil uang. Memang untuk tahap yang advance ini butuh dana lebih. Akan tetapi jika kader LDK bisa membuat business plan yang baik, saya yakin banyak pihak yang bersedia memberikan modal kepada kita.

Hal-hal kecil yang bisa menghasilkan uang hanya merupakan beberapa contoh, LDK harus mampu menganalisis dan membuat varian metode untuk menghasilkan uang. Dengan cara seperti ini, jiwa pengusaha bisa dikembangkan di LDK, dan bakat “kaya” ini dikembangkan, sebagai lembaga kaderisasi, LDK harus mampu membentuk karakter kader sesuai dengan kecendrungan ia di masa yang akan datang.

Saudaraku , kader LDK yang disayangi Allah, kekuatan ekonomi saat in i menjadi kebutuhan mutlak. LDK harus kaya bukanlah sebuah angan-angan, saya yakin kita semua bisa, dimulai dari mengubah paradigma “uang ada dimana-mana” lalu melihat peluang yang ada di sekitar. Kekuatan finansial ini yang membuat LDK independen, mandiri, kuat, dan bisa melebarkan pengaruh dakwah di kampus.
----------
This article are right to copy
Ridwansyah yusuf achmad
Head of gamais itb
http://ridwansyahyusuf.blogspot.com

2 komentar:

Ros mengatakan...

aslm..tulisannya ttg usaha2 pncarian dana tuk ldk mnjadi inspirasi bagi tmn2 Danus LDK FKMKI UH. jazakallah ya...

tuk di fkmki sndri,sbnrnya qt brncana mncri pndokn tuk ad'2 maba yg dkelola ats nama LDK...tp itu msh rncana smg kpngrsn priode ini bs mlksnknnya.. doakn ya..

amien poetra aslan mengatakan...

jazkalh akh atas inspirasi n srannya..

allahuakbar!!