Kamis, 30 Agustus 2007

Embargo Membuat Iran Mandiri

Di sudut-sudut kota di Iran, taman kota dipenuhi anak muda dan pasangan suami istri yang membawa serta anak-anak mereka. Tikar digelar. Makanan yang dibawa dari rumah dihidangkan di atas selembar kain katun. Yogurt (susu asam yang diberi rempah dan dedaunan), kebab, buah yang dikeringkan, dan selembar roti tipis beserta keju dan aneka butter menjadi santapan yang dinikmati bersama di bawah rerimbunan pohon di musim panas. Di situ kadang tersembul sepeda mungil beroda tiga milik anak-anak yang dibawa keluarganya beristirahat di taman kota.
Menjelang jam kerja dan sepulang kantor, trotoar yang lebarnya lebih dari empat meter juga menjadi saksi bisu sibuknya pekerja kantor menuju dan kembali ke rumah. Perempuan bertunik dilengkapi kerudung mungil menghias kepala, lelaki dengan kemeja rapi berjajar menunggu bus kota atau bersama-sama mencegat taksi. Banyak juga yang memilih mengemudikan sendiri mobilnya. Pasar tampak dipenuhi penduduk local. Sayur dan buah tropis seperti peach, plum, blueberry, tin, zaitu, cherry, dan buah-buah lain yang di Indonesia terasa mewah dengan amat mudah berpindah tangan ke pembeli. Begitu juga dengan kain-kain katun.
Dari Malaysia, pesawat Iran Air yang membawa rombongan pengelola travel asal Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam pun amat penuh. Rombongan keluarga beserta balita dan anak-anak mereka memenuhi pesawat. Para penduduk Iran itu baru saja kembali dari liburan mereka di Kuala Lumpur, Australia, dan Singapura.
Tak tampak bahwa di negeri ini adalah negeri yang secara ekonomi dan politik diembargo oleh Amerika dan sekutunya. Tak terlihat orang miskin mengemis di pinggir jalan karena harga gandum amat murah. Rumah pun tampak sama saja dari kejauhan yakni terbuat dari bata ekspose berwarna gading. Yang membedakannya mungkin ukurannya saja.
“Terima kasih kepada Amerika dan Presiden Bush. Embargo membuat kami mandiri,” kata Sayyed Hajihadi (Hadi), seorang tour leader yang mendampingi rombongan pengelola travel asal Asia Tenggara.
Maka berceritalah Hadi tentang kemandirian negaranya. Karena embargo, mereka kini bisa memproduksi mobil dan mesin pabrik. “Kami sudah mengekspor mesin pabrik ke Timur Tengah,” kata pria yang pernah membela negaranya dalam perng Iran-Irak itu. Mereka cukup bangga dengan produknya. Karena itu, dimana-mana tampak mobil dan televisi buatan lokal.
Di bawah kepemimpinan Presiden Ahmadinejad, industry baja maju pesat. Hasilnya tak saja digunakan untuk pembangunan dalam negeri tapi juga diekspor ke Timur Tengah. Di Teheran, memang tampak jelas pembangunan fisik yang amat gencar. Jalan bawah tanah dan tower komunikasi yang menyerupai KL tower sedang dibangun dengan dana sendiri. Pada bagian depan, tampak deretan angka. “Itu menunjukkan sisa waktu pembangunan jembatan. Iran juga sedang mendesain pesawat sendiri,” kata Ali Vaghefi, managing director Iran Doostan Tours.
Hadi mengakui masyarakat di kota besar bukan pemilih Ahmadinejad. Tapi, seiring waktu, mereka mengakui presiden sederhana itu adalah pilihan yang benar. Di bawah Ahmadinejad, industry manufaktur maju pesat. Ahmadinejad juga menunjukkan dirinya sebagai pemimpin low profile yang hidup apa adanya. Rumahnya masih pemberian orang tua dan setiap hari membawa makan sendiri ke kantor. Dia sudah bekerja untuk menerima para tamu sebelum pukul 8 pagi.
Dia menantang para menteri dan pemimpin perusahaan. Bekerja baik atau mundur saja jika tak mampu menjalankan tugas. Saat tantangan itu diucapkan, kata Hadi, presiden menunjukkan slip gajinya yang jauh di bawah pimpinan perusahaan. Karena itu, rakyat merasa aman di bawah kepemimpinan Ahmadinejad.
Pun, terakhir ini Iran didera isu nuklir yang mengakibatkan Negara itu juga mendapat sanksi dari PBB melalui ide AS. “Nuklir itu urusan pemerintah,” kata Mehdi, warga Iran di Esfahan.
Dia percaya pemerintah akan melindungi negaranya. Lagi pula, kata dia, reactor nuklir dibuat untuk pembangkit listrik. Dia percaya semua sudah dengan riset dan para ulama pun mendukung pemerintah bahwa nuklir Iran adalah untuk kebutuhan energy listrik. Karena itu kehidupandi Istahan, Teheran, dan kota lainnya tetap berjalan normal. Orang tetap bepergian ke luar negeri, beristirahat di taman kota, dan menjalankan bisnisnya baik ke Timur Tengah hingga ke Eropa.
Di atas pesawat Iran Air, baik film, musik, mapun cerita komedi adalah produksi local. Di sudut-sudut kota banyak tersedia toko yang khusus menjual VCD film dan music lokal. Mereka bersyukur embargo tak membuat mereka menjadi kepanjangan tangan produk AS. “Mungkin hanya di Negara kami tak ada KFC, McDonald, ataupun kartu kredit,” tutur Hadi. Yang terakhir ini, menurut dia, telah menyengsarakan rakyat di Negara maju dengan utang bertumpuk.
Ali Vaghefi, pemimpin Iran Doostan Tours yang mengundang pengelola travel dari Asia menyatakan negaranya juga aman bagi pengunjung. “Di sini perempuan bisa berjalan enak tanpa takut mendapat perlakuan kriminal sekalipun malam hari,” tutur dia. Iran, menurut Ali Vaghefi, menawarkan keindahan alam dan kedamaian. Buktinya, baik pemeluk Yahudi, Kristen, maupun Muslim bisa hidup berdampingan. Karena itu pula, dia amat yakin bisa mengundang wisatawan dari Asia Tenggara.

1 komentar:

Hazim Ahmadi mengatakan...

assalamu'alaykum wrwb.
halo, salam kenal. Apakah adik pernah datang ke Iran ya? Bagaimana sih sebenarnya keamanan di sana? oh ya tgl 18-25 April 2008 InsyaAllah aku menghadiri seminar di Isfahan, Iran. Belum tahu banyak ttg keamanan negeri ini.

terima kasih